
Kasus Pemotongan Bantuan Sosial di Krucil: Warga Keluhkan Dana PKH, BLT Kesra, dan BPNT Tidak Sesuai Hak, Pendamping PKH: “Data Kami Utuh, Tapi yang Diterima Berkurang”
PROBOLINGGO - Penyaluran bantuan sosial pemerintah pada November 2025 yang meliputi Program Keluarga Harapan (PKH), BLT Kesra, dan BPNT melalui ATM BNI di Kecamatan Krucil, Kabupaten Probolinggo, menuai sorotan tajam setelah sejumlah penerima manfaat mengeluhkan adanya dugaan pemotongan dana saat pencairan di sebuah agen perbankan nonresmi di wilayah tersebut.
Keluhan pertama disampaikan oleh seorang Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH yang menggesek kartu bantuan di salah satu agen BRI yang berlokasi di sebuah konter di Kecamatan Krucil. Ia mengaku seharusnya menerima Rp1.500.000 karena memiliki dua anak yang masuk kategori penerima. “Tapi hari ini saya hanya menerima Rp740.000. Padahal biasanya sesuai nominal. Ini pertama kalinya berkurang seperti ini,” ujarnya.
Saat dikonfirmasi, pendamping PKH kecamatan membenarkan bahwa data resmi menunjukkan hak penerima sebesar Rp1.500.000. “Di sistem kami jelas tercantum Rp1.500.000. Saya juga heran kenapa yang diterima hanya setengahnya. Kemarin ada keluhan serupa dari agen yang sama. Ini pasti kami dalami,” ujarnya.
Tidak hanya satu, pendamping PKH mengungkapkan bahwa keluhan serupa juga datang dari penerima bantuan lainnya, termasuk penerima BLT Kesra dan BPNT. Namun yang paling banyak dilaporkan adalah dugaan pemotongan bantuan untuk kategori Lansia. Berdasarkan laporan warga, bantuan yang seharusnya sebesar Rp1.200.000 hanya diterima Rp600.000. Menariknya, sebagian besar kasus tersebut berasal dari agen yang sama.
Pendamping PKH di sejumlah desa di Kecamatan Krucil juga mengonfirmasi fenomena serupa. Keluhan masyarakat mengenai pemotongan bantuan bukan hanya berasal dari satu desa, melainkan dari berbagai desa di wilayah tersebut, menunjukkan bahwa masalah ini bersifat sistemik dan berulang.
Hingga kini, pendamping PKH menyatakan tengah melakukan penelusuran mendalam dan berkoordinasi dengan pihak terkait, termasuk bank penyalur, untuk mengungkap penyebab perbedaan nominal yang diterima warga. “Kami akan menindaklanjuti seluruh laporan. Hak masyarakat harus diberikan secara penuh dan transparan,”tegas pendamping.
Kasus ini menambah daftar persoalan terkait transparansi penyaluran bantuan sosial di daerah. Publik menunggu langkah tegas pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan pihak perbankan untuk memastikan tidak ada pihak tak bertanggung jawab yang memanfaatkan situasi dan merugikan warga miskin yang sangat bergantung pada bantuan tersebut.