masukkan script iklan disini
Indonesia telah merdeka selama lebih dari tujuh dekade, namun di sebuah desa terpencil di lereng Argopuro, Kabupaten Probolinggo, kemerdekaan masih terasa jauh dari kenyataan. Warga desa ini merasa bahwa kemerdekaan hanya dinikmati oleh segelintir orang—para penguasa, orang kaya, dan perangkat desa. Sementara itu, mereka yang berada di bawah, masih terbelenggu oleh masalah-masalah yang tak kunjung terselesaikan.
**Listrik yang Tak Kunjung Datang**
Di era modern ini, listrik adalah kebutuhan dasar yang seharusnya tersedia bagi semua orang. Namun, di desa ini , akses listrik masih menjadi mimpi. Meski pemerintah mengklaim memberikan subsidi, kenyataannya banyak warga harus menghadapi pungutan liar hanya untuk mendapatkan meteran listrik. Ini bukan hanya ketidakadilan, tetapi juga bentuk penindasan yang nyata, di mana mereka yang paling membutuhkan justru semakin terpinggirkan.
Bantuan Sosial yang Menambah Beban
Bantuan sosial yang seharusnya meringankan beban warga desa, justru seringkali menjadi sumber penderitaan baru. Untuk mendapatkan bantuan beras 10 kg misal nya warga harus berjalan berkilo-kilometer karena minimnya akses transportasi. Bagi mereka yang tidak memiliki kendaraan, perjalanan panjang ini menjadi beban yang berat. Bukankah kemerdekaan seharusnya membawa kemudahan, bukan kesulitan?
Fasilitas Kesehatan yang Hanya Formalitas
Fasilitas kesehatan di desa ini sering kali hanya ada di atas kertas. Meski sudah diresmikan, kenyataannya fasilitas tersebut tidak berfungsi karena kurangnya tenaga medis dan peralatan yang memadai. Bahkan jika ada fasilitas kesehatan yang bisa diakses, lokasinya sangat jauh, di ujung timur desa, sehingga menyulitkan warga yang membutuhkan perawatan. Dalam keadaan darurat, tak jarang warga harus ditandu menuju jalan raya untuk mendapatkan pertolongan medis. Kalau tidak ditandu kematian kami siap sia, dalam artian kami dibunuh oleh pemimpin kami sendiri
Infrastruktur yang Tak Kunjung Dibangun
Infrastruktur adalah fondasi dari pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Namun, di desa ini, janji-janji pemerintah untuk membangun jalan dan fasilitas umum lainnya belum juga terwujud. Meskipun warga telah dijanjikan pembangunan bulan 3 hingga kini belum ada tanda-tanda perubahan. Janji tersebut hanya tinggal janji, sementara harapan warga semakin menipis. Bahkan, untuk memperbaiki jalan yang rusak, warga harus urunan secara mandiri karena tidak ada dukungan dari pemerintah.
Ancaman Stunting: Masa Depan yang Terancam
Masalah stunting di desa ini menunjukkan betapa jauhnya mereka dari merdeka yang sesungguhnya. Jaminan gizi yang seharusnya diberikan oleh pemerintah untuk mencegah stunting justru tidak sampai ke tangan warga yang membutuhkan. Korupsi yang merajalela membuat bantuan gizi ini hanya menjadi janji kosong. Anak-anak desa yang seharusnya menjadi penerus bangsa kini menghadapi ancaman serius terhadap masa depan mereka karena gizi yang tidak tercukupi.
Seruan dari Lereng Argopuro
Warga desa di lereng Argopuro tidak menuntut banyak. Mereka hanya ingin hidup dengan damai, tanpa penindasan dan tanpa ancaman dari maling yang mengincar harta benda mereka. Mereka ingin hak mereka dihormati, bukan dirampas. Mereka ingin merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya, di mana mereka bisa hidup dengan tenang dan sejahtera di tanah kelahiran mereka sendiri.
Namun, hingga hari ini, kemerdekaan itu masih sebatas mimpi bagi mereka. Kepada para penguasa, mereka hanya ingin satu hal: tolonglah kami. Kami hanya ingin hidup layak di desa kami sendiri, tanpa merasa terjajah di negeri yang katanya sudah merdeka.
**Kesimpulan**
Kisah warga desa di lereng Argopuro ini bukan sekadar keluhan, melainkan cerminan dari realitas yang masih terjadi di banyak tempat di Indonesia. Kemerdekaan sejati bukan hanya tentang lepas dari penjajahan, tetapi juga tentang memastikan setiap warga negara, termasuk yang tinggal di pelosok desa, dapat menikmati hak-hak dasar mereka. Kemerdekaan yang sejati adalah ketika tidak ada lagi warga yang merasa tertinggal, terpinggirkan, dan tidak dihargai di tanah airnya sendiri.
Penulis :Nurul
Editor : Abraham